Gaya bahasanya istimewa. Tulisannya proporsional dengan
tema-tema yang diusungnya. Isinya tidak melenceng dan keluar dari akar
permasalahan dan kaya akan sumber-sumber rujukan.
INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI`UN, Kita telah kehilangan ulama
terbaik kita masa kini AL'ALIM AL`ALLAMAH ASY SYAIKH SAID RAMADLAN AL
BUTHI rahimahullahuta'ala, Beliau wafat diserang bom bunuh diri tepat
saat beliau mengisi Ta'lim di Masjid Jami' Al Iman di Kota Damaskus,
Suriah, ba`da maghrib Kamis, 21 Maret 2013. Beliau Syaikh Muhammad Sa’id
Ramadhan Al-Buthi adalah salah seorang tokoh ulama dunia yang menjadi
sumber rujukan masalah-masalah keagamaan.
Ketika kritikan terhadap
tradisi Maulid dan dzikir berjama’ah, misalnya, dilontarkan para
pengklaim “muslim sejati”, Al-Buthi hadir menjawab kritikan itu. Tak
tanggung-tanggung, dalil yang digunakan sama persis dengan dalil yang
diambil para pengkritik itu.
Pada sisi lainnya, ia juga mengkritik
dengan tajam pola pikir Barat. Ujaran-ujarannya membuat stereotip yang
negatif tentang Islam dan ketimuran pun luruh.
Siapakah tokoh
ulama kontemporer yang begitu alim ini? Sa’id Ramadhan Al-Buthi lahir
pada tahun 1929 di Desa Jilka, Pulau Buthan (Ibn Umar), sebuah kampung
yang terletak di bagian utara perbatasan antara Turki dan Irak. Ia
berasal dari suku Kurdi, yang hidup dalam berbagai tekanan kekuasaan
Arab Irak selama berabad-abad.
Bersama ayahnya, Syaikh Mula
Ramadhan, dan anggota keluarganya yang lain, Al-Buthi hijrah ke Damaskus
pada saat umurnya baru empat tahun. Ayahnya adalah sosok yang amat
dikaguminya.
Pendidikan sang ayah sangat membekas dalam sisi
kehidupan intelektualnya. Ayahnya memang dikenal sebagai seorang ulama
besar di Damaskus. Bukan saja pandai mengajar murid-murid dan
masyarakat di kota Damaskus, Syaikh Mula juga sosok ayah yang penuh
perhatian dan tanggung jawab bagi pendidikan anak-anaknya.
Dalam karyanya yang mengupas biografi kehidupan sang ayah, Al-Fiqh al-Kamilah li Hayah asy-Syaikh Mula Al-Buthi Min Wiladatihi Ila Wafatihi,
Syaikh Al-Buthi mengurai awal perkembangan Syaikh Mula dari masa
kanak-kanak hingga masa remaja saat turut berperang dalam Perang Dunia
Pertama. Kemudian menceritakan pernikahan ayahnya, berangkat haji,
hingga alasan berhijrah ke Damaskus, yang di kemudian hari menjadi awal
kehidupan baru bagi keluarga asal Kurdi itu.
Masih dalam karyanya
ini, Al-Buthi menceritakan kesibukan ayahnya dalam belajar dan
mengajar, menjadi imam dan berdakwah, pola pendidikan yang
diterapkannya bagi anak-anaknya, ibadah dan kezuhudannya, kecintaannya
kepada orang-orang shalih yang masih hidup maupun yang telah wafat,
hubungan baik ayahnya dengan para ulama Damaskus di masa itu, seperti
Syaikh Abu Al-Khayr Al-Madani, Syaikh Badruddin Al-Hasani, Syaikh
Ibrahim Al-Ghalayayni, Syaikh Hasan Jabnakah, dan lainnya, yang menjadi
mata rantai tabarruk bagi Al-Buthi. Begitu besarnya atsar (pengaruh) dan kecintaan sang ayah, hingga Al-Buthi begitu terpacu untuk menulis karyanya tersebut.
Dari Damaskus ke Kairo
Sa’id Ramadhan Al-Buthi
muda menyelesaikan pendidikan menengahnya di Institut At-Tawjih
Al-Islami di Damaskus. Kemudian pada tahun 1953 ia meninggalkan
Damaskus untuk menuju Mesir demi melanjutkan studinya di Universitas
Al-Azhar. Dalam tempo dua tahun, ia berhasil menyelesaikan pendidikan
sarjana S1 di bidang syari’ah. Pada tahun berikutnya di universitas
yang sama, ia mengambil kuliah di Fakultas Bahasa Arab hingga lulus
dalam waktu yang cukup singkat dengan sangat memuaskan dan mendapat
izin mengajar bahasa Arab.
Kemahiran Al-Buthi dalam bahasa Arab
tak diragukan. Sekalipun bahasa ini adalah bahasa ibu orang-orang Arab
seperti dirinya, sebagaimana bahasa-bahasa terkemuka dalam khazanah
peradaban dunia, ada orang-orang yang memang dikenal kepakarannya
dalam bidang bahasa, dan Al-Buthi adalah salah satunya yang menguasai
bahasa ibunya tersebut. Di samping itu, kecenderungan kepada bahasa
dan budaya membuatnya senang untuk menekuni bahasa selain bahasa Arab,
seperti bahasa Turki, Kurdi, bahkan bahasa Inggris.
Selulusnya
dari Al-Azhar, Al-Buthi kembali ke Damaskus. Ia pun diminta untuk
membantu mengajar di Fakultas Syari’ah pada tahun 1960, hingga
berturut-turut menduduki jabatan struktural, dimulai dari pengajar
tetap, menjadi wakil dekan, hingga menjadi dekan di fakultas tersebut
pada tahun 1960.
Lantaran keluasan pengetahuannya, ia dipercaya
untuk memimpin sebuah lembaga penelitian theologi dan agama-agama di
universitas bergengsi di Timur Tengah itu.
Tak lama kemudian,
Al-Buthi diutus pimpinan rektorat kampusnya untuk melanjutkan program
doktoral bidang ushul syari’ah di Al-Azhar hingga lulus dan berhak
mendapatkan gelar doktor di bidang ilmu-ilmu syari’ah.
Aktivitasnya
sangat padat. Ia aktif mengikuti berbagai seminar dan konferensi
tingkat dunia di berbagai negara di Timur Tengah, Amerika, maupun Eropa.
Hingga saat ini ia masih menjabat salah seorang anggota di lembaga
penelitian kebudayaan Islam Kerajaan Yordania, anggota Majelis Tinggi
Penasihat Yayasan Thabah Abu Dhabi, dan anggota di Majelis Tinggi Senat
di Universitas Oxford Inggris.
Penulis yang Sangat Produktif
Al-Buthi adalah
seorang penulis yang sangat produktif. Karyanya mencapai lebih dari 60
buah, meliputi bidang syari’ah, sastra, filsafat, sosial,
masalah-masalah kebudayaan, dan lain-lain. Beberapa karyanya yang dapat
disebutkan di sini, antara lain, Al-Mar‘ah Bayn Thughyan an-Nizham
al-Gharbiyy wa Latha‘if at-Tasyri’ ar-Rabbaniyy, Al-Islam wa al-‘Ashr,
Awrubah min at-Tiqniyyah ila ar-Ruhaniyyah: Musykilah al-Jisr
al-Maqthu’, Barnamij Dirasah Qur‘aniyyah, Syakhshiyyat Istawqafatni,
Syarh wa Tahlil Al-Hikam Al-‘Atha‘iyah, Kubra al-Yaqiniyyat
al-Kauniyyah, Hadzihi Musykilatuhum, Wa Hadzihi Musykilatuna, Kalimat
fi Munasabat, Musyawarat Ijtima’iyyah min Hishad al-Internet, Ma’a
an-Nas Musyawarat wa Fatawa, Manhaj al-Hadharah al-Insaniyyah fi
Al-Qur‘an, Hadza Ma Qultuhu Amama Ba’dh ar-Ru‘asa‘ wa al-Muluk,
Yughalithunaka Idz Yaqulun, Min al-Fikr wa al-Qalb, La Ya‘tihi
al-Bathil, Fiqh as-Sirah, Al-Hubb fi al-Qur‘an wa Dawr al-Hubb fi Hayah
al-Insan, Al-Islam Maladz Kull al-Mujtama’at al-Insaniyyah,
Azh-Zhullamiyyun wa an-Nuraniyyun.
Gaya bahasa Al-Buthi
istimewa dan menarik. Tulisannya proporsional dengan tema-tema yang
diusungnya. Tulisannya tidak melenceng dan keluar dari akar
permasalahan dan kaya akan sumber-sumber rujukan, terutama dari
sumber-sumber rujukan yang juga diambil lawan-lawan debatnya.
Akan
tetapi bahasanya terkadang tidak bisa dipahami dengan mudah oleh
kalangan bukan pelajar, disebabkan unsur falsafah dan manthiq, yang
memang keahliannya. Oleh karena itu, majelis dan halaqah yang
diasuhnya di berbagai tempat di keramaian kota Damaskus menjadi sarana
untuk memahami karya-karyanya.
Walau demikian, sebagaimana
dituturkan pecinta Al-Buthi, di samping mampu membedah logika,
kata-kata Al-Buthi juga sangat menyentuh, sehingga mampu membuat
pembacanya berurai air mata.
Pembela Madzhab yang Empat
Syaikh Muhammad
Sa’id Ramadhan Al-Buthi mengasuh halaqah pengajian di masjid Damaskus
dan beberapa masjid lainnya di seputar kota Damaskus, yang diasuhnya
hampir tiap hari. Majelis yang diampunya selalu dihadiri ribuan
jama’ah, laki-laki dan perempuan.
Selain mengajar di berbagai
halaqah, ia juga aktif menulis di berbagai media massa tentang
tema-tema keislaman dan hukum yang pelik, di antaranya berbagai
pertanyaan yang diajukan kepadanya oleh para pembaca. Ia juga mengasuh
acara-acara dialog keislaman di beberapa stasiun televisi dan radio di
Timur Tengah, seperti di Iqra‘ Channel dan Ar-Risalah Channel.
Dalam
hal pemikiran, Al-Buthi dianggap sebagai tokoh ulama Ahlussunnah wal
Jama’ah yang gencar membela konsep-konsep Madzhab yang Empat dan aqidah
Asy’ariyah, Maturidiyah, Al-Ghazali, dan lain-lain, dari rongrongan
pemikiran dan pengkafiran sebahagian golongan yang menganggap hanya
merekalah yang benar dalam hal agama. Berbekal pengetahuannya yang
amat mendalam dan diakui berbagai pihak, ia meredam berbagai
permasalahan yang timbul dengan fatwa-fatwanya yang bertabur hujjah
dari sumber yang sama yang dijadikan dalil para lawan debatnya.
Ujaran-ujaran Al-Buthi juga menyejukkan bagi yang benar-benar ingin
memahami pemikirannya.
Al-Buthi bukan hanya seorang yang pandai
di bidang syari’ah dan bahasa, ia juga dikenal sebagai ulama Sunni yang
multidisipliner. Ia dikenal alim dalam ilmu filsafat dan aqidah, hafizh
Qur’an, menguasai ulumul Qur’an dan ulumul hadits dengan cermat.
Sewaktu-waktu ia melakukan kritik atas pemikiran filsafat materialisme
Barat, di sisi lain ia juga melakukan pembelaan atas ajaran dan
pemikiran madzhab fiqih dan aqidah Ahlussunnah, terutama terhadap
tudingan kelompok yang menisbahkan dirinya sebagai golongan Salafiyah
dan Wahabiyah.
Dalam hal yang disebut terakhir, ia menulis dua karya yang meng-counter berbagai tudingan dan klaim-klaim mereka, yakni kitab berjudul Al-Lamadzhabiyyah Akbar Bid’ah Tuhaddid asy-Syari’ah al-Islamiyyah dan kitab As-Salafiyyah Marhalah Zamaniyyah Mubarakah wa Laysat Madzhab Islamiyy.
Begitu pula hubungannya dengan gerakan-gerakan propaganda keislaman
seperti Ikhwanul Muslimin Suriah yang tampak kurang baik, tentunya
dengan berbagai perbedaan pandangan, yang menjadikan ketidaksetujuannya
itu tampak dalam sebuah karya yang berjudul Al-Jihad fi al-Islam, yang terbit pada tahun 1993.
Tawassuth
Di era 1990-an, Al-Buthi
telah menampakkan intelektualitasnya dengan menggunakan sarana media
informasi, seperti televisi dan radio. Ini demi mengusung
pemikiran-pemikirannya yang tawassuth (menengah) di tengah gerakan-gerakan fundamentalisme Islam yang bermunculan.
Sayangnya,
kedekatannya dengan penguasa politik Suriah saat itu, Hafizh Al-Asad,
menjadi bumbu tak sedap di kalangan pemerhati politik. Namun
kedekatannya itu juga menjadi siasat politik Suriah dalam menyokong
perjuangan Hamas (Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah) dalam menghadapi
aneksasi Israel, sekalipun beberapa pandangannya bertolak belakang
dengan gerakan-gerakan semacam itu.
Kini, di usia yang semakin senja, Syaikh Al-Buthi masih tetap menulis, baik lewat website yang
diasuhnya maupun beberapa media massa dan elektronik lainnya. Betapa
besar harapan umat ini, khususnya kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah,
menanti karya-karyanya yang lain terlahir, untuk memenuhi dahaga ilmu
yang tak pernah habis-habisnya. Di mata beberapa ulama dan ustadz-ustadz
yang pernah menimba ilmu di Suriah, saat ini Al Buthi lebih dikenal
sebagai tokoh ulama sufi dibanding tokoh pergerakan. Buku-buku karya Al
Buthi banyak beredar di Indonesia dan karyanya banyak menjadi rujukan.
Salah satu bukunya berisi kritik terhadap gerakan kelompok Salafy Wahabi
berjudul Salafiyyah; Marhalah Zamaniyyah Mubarakah La Madzhab Islami.
Firasat Beliau
Innalillahi wa inna ilaihi
roji'uun....Kata Al-Habib Ali-Al-Jufri "Aku telah menelefonnya dua
minggu lepas dan beliau (Dr Ramadhan Al-Buti) berkata pada akhir
kalamnya:"Tidak tinggal lagi umur bagi aku melainkan beberapa hari yang
boleh dikira. Sesungguhnya aku sedang mencium bau syurga dari
belakangnya. Jangan lupa wahai saudaraku untuk mendoakan aku"
Pada
beberapa hari sebelum kewafatannya, beliau berkata "Setiap apa yang
berlaku padaku atau yang menuduhku daripada ijtihadku, maka aku harap ia
tidak terlepas dari ganjaran ijtihad" (yang betul mendapat dua ganjaran
dan yang tidak mendapat satu ganjaran). Semoga Allah senantiasa
memberikan ampunan dan Rahmat yang agung kepada beliau, amiin.
No comments:
Post a Comment