Monday, January 28, 2013
Biografi Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz
Penulis: Al Ustadz Ahmad Hamdani Ibnu Muslim
Syaikh Bin Baz, menurut Syaikh Muqbil Bin Hadi Al Wadi’i, adalah seorang tokoh ahli fiqih yang diperhitungkan di jaman kiwari ini, sebagaimana Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani juga seorang ulama ahlul hadits yang handal masa kini. Untuk mengenal lebih dekat siapa beliau, mari kita simak penuturan beliau mengungkapkan data pribadinya berikut ini.
Syaikh mengatakan, “Nama lengkap saya adalah Abdul ‘Aziz Bin Abdillah Bin Muhammad Bin Abdillah Ali (keluarga) Baz. Saya dilahirkan di kota Riyadh pada bulan Dzulhijah 1330 H. Dulu ketika saya baru memulai belajar agama, saya masih bisa melihat dengan baik. Namun qodarullah pada tahun 1346 H, mata saya terkena infeksi yang membuat rabun. Kemudian lama-kelamaan karena tidak sembuh-sembuh mata saya tidak dapat melihat sama sekali. Musibah ini terjadi pada tahun 1350 Hijriyah. Pada saat itulah saya menjadi seorang tuna netra. Saya ucapkan alhamdulillah atas musibah yang menimpa diri saya ini. Saya memohon kepada-Nya semoga Dia berkenan menganugerahkan bashirah (mata hati) kepada saya di dunia ini dan di akhirat serta balasan yang baik di akhirat seperti yang dijanjikan oleh-Nya melalui nabi Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wasallam atas musibah ini. Saya juga memohon kepadanya keselamatan di dunia dan akhirat.
Mencari ilmu telah saya tempuh semenjak masa anak-anak. Saya hafal Al Qur’anul Karim sebelum mencapai usia baligh. Hafalan itu diujikan di hadapan Syaikh Abdullah Bin Furaij. Setelah itu saya mempelajari ilmu-ilmu syariat dan bahasa Arab melalui bimbingan ulama-ulama kota kelahiran saya sendiri. Para guru yang sempat saya ambil ilmunya adalah:
1. Syaikh Muhammad Bin Abdil Lathif Bin Abdirrahman Bin Hasan Bin Asy Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab, seorang hakim di kota Riyadh.
2. Syaikh Hamid Bin Faris, seorang pejabat wakil urusan Baitul Mal, Riyadh.
3. Syaikh Sa’d, Qadhi negeri Bukhara, seorang ulama Makkah. Saya menimba ilmu tauhid darinya pada tahun 1355 H.
4. Samahatus Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Bin Abdul Lathief Alu Syaikh, saya bermuzalamah padanya untuk mempelajari banyak ilmu agama, antara lain: aqidah, fiqih, hadits, nahwu, faraidh (ilmu waris), tafsir, sirah, selama kurang lebih 10 tahun. Mulai 1347 sampai tahun 1357 H.
Semoga Allah membalas jasa-jasa mereka dengan balasan yang mulia dan utama.
Dalam memahami fiqih saya memakai thariqah (mahdzab -red) Ahmad Bin Hanbal [1] rahimahullah. Hal ini saya lakukan bukan semata-mata taklid kepada beliau, akan tetapi yang saya lakukan adalah mengikuti dasar-dasar pemahaman yang beliau tempuh. Adapun dalam menghadapi ikhtilaf ulama, saya memakai metodologi tarjih, kalau dapat ditarjih dengan mengambil dalil yang paling shahih. Demikian pula ketika saya mengeluarkan fatwa, khususnya bila saya temukan silang pendapat di antara para ulama baik yang mencocoki pendapat Imam Ahmad atau tidak. Karena AL HAQ itulah yang pantas diikuti. Allah berfirman (yang artinya -red), “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah dia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul-Nya (As Sunnah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (An Nisa:59)”
TUGAS-TUGAS SYAR’I
” Banyak jabatan yang diamanahkan kepada saya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Saya pernah mendapat tugas sebagai:
1. Hakim dalam waktu yang panjang, sekitar 14 tahun. Tugas itu berawal dari bulan Jumadil Akhir tahun 1357 H.
2. Pengajar Ma’had Ilmi Riyadh tahun 1372 H dan dosen ilmu fiqih, tauhid, dan hadits sampai pada tahun 1380 H.
3. Wakil Rektor Universitas Islam Madinah pada tahun 1381-1390 H.
4. Rektor Universitas Islam Madinah pada tahun 1390 H menggantikan rektor sebelumnya yang wafat yaitu Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Ali Syaikh. Jabatan ini saya pegang pada tahun 1389 sampai dengan 1395 H.
5. Pada tanggal 13 bulan 10 tahun 1395 saya diangkat menjadi pimpinan umum yang berhubungan dengan penelitian ilmiah, fatwa-fawa, dakwah dan bimbingan keagamaan sampai sekarang. Saya terus memohon kepada Allah pertolongan dan bimbingan pada jalan kebenaran dalam menjalankan tugas-tugas tersebut.
Disamping jabatan-jabatan resmi yang sempat saya pegang sekarang, saya juga aktif di berbagai organisasi keIslaman lain seperti:
1. Anggota Kibarul Ulama di Makkah.
2. Ketua Lajnah Daimah (Komite Tetap) terhadap penelitian dan fatwa dalam masalah keagamaan di dalam lembaga Kibarul Ulama tersebut.
3. Anggota pimpinan Majelis Tinggi Rabithah ‘Alam Islami.
4. Pimpinan Majelis Tinggi untuk masjid-masjid.
5. Pimpinan kumpulan penelitian fiqih Islam di Makkah di bawah naungan organisasi Rabithah ‘Alam Islami.
6. Anggota majelis tinggi di Jami’ah Islamiyah (universitas Islam -red), Madinah.
7. Anggota lembaga tinggi untuk dakwah Islam yang berkedudukan di Makkah.
Mengenai karya tulis, saya telah menulis puluhan karya ilmiah antara lain:
1. Al Faidhul Hilyah fi Mabahits Fardhiyah.
2. At Tahqiq wal Idhah li Katsirin min Masailil Haj wal Umrah Wa Ziarah (Tauhdihul Manasik – ini yang terpenting dan bermanfaat – aku kumpulkan pada tahun 1363 H). Karyaku ini telah dicetak ulang berkali-kali dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa (termasuk bahasa Indonesia -pent).
3. At Tahdzir minal Bida’ mencakup 4 pembahasan (Hukmul Ihtifal bil Maulid Nabi wa Lailatil Isra’ wa Mi’raj, wa Lailatun Nifshi minas Sya’ban wa Takdzibir Ru’yal Mar’umah min Khadim Al Hijr An Nabawiyah Al Musamma Asy Syaikh Ahmad).
4. Risalah Mujazah fiz Zakat was Shiyam.
5. Al Aqidah As Shahihah wama Yudhadhuha.
6. Wujubul Amal bis Sunnatir Rasul Sholallahu ‘Alaihi Wasallam wa Kufru man Ankaraha.
7. Ad Dakwah Ilallah wa Akhlaqud Da’iyah.
8. Wujubu Tahkim Syar’illah wa Nabdzu ma Khalafahu.
9. Hukmus Sufur wal Hijab wa Nikah As Sighar.
10. Naqdul Qawiy fi Hukmit Tashwir.
11. Al Jawabul Mufid fi Hukmit Tashwir.
12. Asy Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab (Da’wah wa Siratuhu).
13. Tsalatsu Rasail fis Shalah: Kaifa Sholatun Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, Wujubu Ada’is Shalah fil Jama’ah, Aina Yadha’ul Mushalli Yadaihi hinar Raf’i minar Ruku’.
14. Hukmul Islam fi man Tha’ana fil Qur’an au fi Rasulillah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.
15. Hasyiyah Mufidah ‘Ala Fathil Bari – hanya sampai masalah haji.
16. Risalatul Adilatin Naqliyah wa Hissiyah ‘ala Jaryanis Syamsi wa Sukunil ‘Ardhi wa Amakinis Su’udil Kawakib.
17. Iqamatul Barahin ‘ala Hukmi man Istaghatsa bi Ghairillah au Shaddaqul Kawakib.
18. Al Jihad fi Sabilillah.
19. Fatawa Muta’aliq bi Ahkaml Haj wal Umrah wal Ziarah.
20. Wujubu Luzumis Sunnah wal Hadzr minal Bid’ah.”
Sampai di sini perkataan beliau yang saya (Ustadz Ahmad Hamdani -red) kutip dari buku Fatwa wa Tanbihat wa Nashaih hal 8-13.
AKIDAH DAN MANHAJ DAKWAH
Akidah dan manhaj dakwah Syaikh ini tercermin dari tulisan atau karya-karyanya. Kita lihat misalnya buku Aqidah Shahihah yang menerangkan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, menegakkan tauhid dan membersihkan sekaligus memerangi kesyirikan dan pelakunya. Pembelaannya kepada sunnah dan kebenciannya terhadap kebid’ahan tertuang dalam karya beliau yang ringkas dan padat, berjudul At Tahdzir ‘alal Bida’ (sudah diterjemahkan -pent). Sedangkan perhatian (ihtimam) dan pembelaan beliau terhadap dakwah salafiyah tidak diragukan lagi. Beliaulah yang menfatwakan bahwa firqatun najiyah (golongan yang selamat -red) adalah para salafiyyin yang berpegang dengan kitabullah dan sunnah Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hal suluk (perilaku) dan akhlaq serta aqidah. Beliau tetap gigih memperjuangkan dakwah ini di tengah-tengah rongrongan syubhat para da’i penyeru ke pintu neraka di negerinya khususnya dan luar negeri beliau pada umumnya, hingga al haq nampak dan kebatilan dilumatkan. Agaknya ini adalah bukti kebenaran sabda Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam (yang artinya), “Akan tetap ada pada umatku kelompok yang menampakkan kebenaran (al haq), tidak memudharatkan mereka orang yang mencela atau menyelisihinya”
Foot note:
[1] Mahdzab secara istilah yakni mengikuti istilah-istilah Ahmad Bin Hanbal dalam mempelajari masalah fiqih atau hadits. Bukan Mahdzab syakhsyi yaitu mengambil semua hadits yang diriwayatkannya.
Sumber: SALAFY Edisi XXV/1418 H/1998 M hal 48-49
Judul Asli: “Syaikh Bin Baz Mutjahid dan Ahli Fiqih Jaman Ini”
WAFAT BELIAU (Keterangan tambahan)
Beliau wafat pada hari Kamis, 27 Muharram 1420 H / 13 Mei 1999 M. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala merahmatinya. Amin.
Sumber keterangan tambahan: http://www.fatwaonline.com
(dicopy dari http://www.ghuroba.blogsome.com, semoga Allah membalas kebaikan adminnya)
Biografi Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin
Oleh: Al Ustadz Ahmad Hamdani
Nasab (Silsilah Beliau)
Beliau bernama Abdillah Muhammad Bin Shalih Bin Muhammad Bin Utsaimin Al-Wahib At-Tamimi. Dilahirkan di kota Unaizah tanggal 27 Ramadhan 1347 Hijriyah.
Pertumbuhan Beliau
Beliau belajar membaca Al-Qur’an kepada kakeknya dari ibunya yaitu Abdurrahman Bin Sulaiman Ali Damigh Rahimahullah, hingga beliau hafal. Sesudah itu beliau mulai mencari ilmu dan belajar khat (ilmu tulis menulis), ilmu hitung dan beberapa bidang ilmu sastra.
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah menugaskan kepada 2 orang muridnya untuk mengajar murid-muridnya yang kecil. Dua murid tersebut adalah Syaikh Ali Ash-Shalihin dan Syaikh Muhammad Bin Abdil Aziz Al-Muthawwi’ Rahimahullah. Kepada yang terakhir ini beliau (syaikh Utsaimin) mempelajari kitab Mukhtasar Al Aqidah Al Wasithiyah dan Minhaju Salikin fil Fiqh karya Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dan Al- Ajurrumiyah serta Alfiyyah.
Disamping itu, beliau belajar ilmu faraidh (waris) dan fiqh kepada Syaikh Abdurrahman Bin Ali Bin ‘Audan. Sedangkan kepada syaikh (guru) utama beliau yang pertama yaitu Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di, beliau sempat mengkaji masalah tauhid, tafsir, hadits, fiqh, ustsul fiqh, faraidh, musthalahul hadits, nahwu dan sharaf.
Belia mempunyai kedudukan penting di sisinya Syaikhnya Rahimahullah. Ketika ayah beliau pindah ke Riyadh, di usia pertumbuhan beliau, beliau ingin ikut bersama ayahnya. Oleh karena itu Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengirim surat kepada beliau: “Hal ini tidak mungkin, kami menginginkan Muhammad tetap tinggal di sini agar dapat bisa mengambil faidah (ilmu).”
Beliau (Syaikh Utsaimin) berkata, “Sesungguhnya aku merasa terkesan dengan beliau (Syaikh Abdurrahman Rahimahullah) dalam banyak cara beliau mengajar, menjelaskan ilmu, dan pendekatan kepada para pelajar dengan contoh-contoh serta makna-makna. Demikian pula aku terkesan dengan akhlak beliau yang agung dan utama sesuai dengan kadar ilmu dan ibadahnya. Beliau senang bercanda dengan anak-anak kecil dan bersikap ramah kepada orang-orang besar. Beliau adalah orang yang paling baik akhlaknya yang pernah aku lihat.”
Beliau belajar kepada Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz -sebagai syaikh utama kedua bagi beliau- kitab Shahih Bukhari dan sebagian risalah-risalah Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah serta beberapa kitab-kitab fiqh.
Beliau berkata, “Aku terkesan terhadap syaikh Abdul Aziz Bin Baz Hafidhahullah karena perhatian beliau terhadap hadits dansaya juga terkesan dengan akhlak beliau karena sikap terbuka beliau dengan manusia.”
Pada tahun 1371 H, beliau duduk untuk mengajar di masjid Jami’. Ketika dibukanya ma’had-ma’had al ilmiyyah di Riyadh, beliau mendaftarkan diri di sana pada tahun 1372 H. Berkata Syaikh Utsaimin Hafidhahullah, “Saya masuk di lembaga pendidikan tersebut untuk tahun kedua seterlah berkonsultasi dengan Syaikh Ali Ash-Shalihin dan sesudah meminta ijin kepada Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah. Ketika itu ma’had al ilmiyyah dibagi menjadi 2 bagian, umum dan khusus. Saya berada pada bidang yang khusus. Pada waktu itu bagi mereka yang ingin “meloncat” – demikian kata mereka- ia dapat mempelajari tingkat berikutnya pada masa libur dan kemudian diujikan pada awal tahun ajaran kedua. Maka jika ia lulus, ia dapat naik ke pelajaran tingkat lebih tinggi setelah itu. Dengan cara ini saya dapat meringkas waktu.”
Sesudah 2 tahun, beliau lulus dan diangkat menjadi guru di ma’had Unaizah Al ‘Ilmi sambil meneruskan studi beliau secara intishab (Semacam Universitas Terbuka -red) pada fakultas syari’ah serta terus menuntut ilmu dengan bimbingan Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di.
Ketika Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di wafat, beliau menggantikan sebagai imam masjid jami’ di Unaizah dan mengajar di perpustakaan nasional Unaizah disamping tetap mengajar di ma’had Al Ilmi. Kemudian beliau pindah mengajar di fakultas syari’ah dan ushuludin cabang universitas Al Imam Muhammad Bin Su’ud Al Islamiyah di Qasim. Beliau juga termasuk anggota Haiatul Kibarul Ulama di Kerajaan Arab Saudi. Syaikh Hafidhahullah mempunyai banyak kegiatan dakwah kepada Allah serta memberikan pengarahan kepada para Da’i di setiap tempat. Jasa beliau sangat besar dalam masalah ini.
Perlu diketahui pula bahwa Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Rahimahullah telah menawarkan bahkan meminta berulang kali kepada syaikh Utsaimin untuk menduduki jabatan Qadhi (hakim), bahkan telah mengeluarkan surat pengangkatan sebagai ketua pengadilan agama di Al Ihsa, namun beliau menolak secara halus. Setelah dilakukan pendekatan pribadi, Syaikh Muhammad Bin Ibrahim pun mengabulkannya untuk menarik dirinya (Syaikh Utsaimin -red) dari jabatan tersebut.
Karya-karya Beliau
Buku-buku yag telah ditulis oleh Syaikh Utsaimin diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Talkhis Al Hamawiyah, selesai pada tanggal 8 Dzulhijah 1380 H.
2. Tafsir Ayat Al Ahkam (belum selesai).
3. Syarh Umdatul Ahkam (belum selesai).
4. Musthalah Hadits.
5. Al Ushul min Ilmil Ushul.
6. Risalah fil Wudhu wal Ghusl wash Shalah.
7. Risalah fil Kufri Tarikis Shalah.
8. Majalisu Ar Ramadhan.
9. Al Udhiyah wa Az Zakah.
10. Al Manhaj li Muridil Hajj wal Umrah.
11. Tashil Al Faraidh.
12. Syarh Lum’atul I’tiqad.
13. Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah.
14. Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
15. Al Qowaidul Mustla fi Siftillah wa Asma’ihil Husna.
16. Risalah fi Annath Thalaq Ats Tsalats Wahidah Walau Bikalimatin (belum dicetak).
17. Takhrij Ahadits Ar Raudh Al Murbi’ (belum dicetak).
18. Risalah Al Hijab.
19. Risalah fi Ash Shalah wa Ath Thaharah li Ahlil A’dzar.
20. Risalah fi Mawaqit Ash Shalah.
21. Risalah fi Sujud As Sahwi
22. Risalah fi Aqsamil Mudayanah.
23. Risalah fi Wujubi Zakatil Huliyyi.
24. Risalah fi Ahkamil Mayyit wa Ghuslihi (belum dicetak).
25. Tafsir Ayatil Kursi.
26. Nailul Arab min Qawaid Ibnu Rajab (belum dicetak).
27. Ushul wa Qowa’id Nudhima ‘Alal Bahr Ar Rajaz (belum dicetak).
28. Ad Diya’ Allami’ Minal Hithab Al Jawami’.
29. Al Fatawaa An Nisaa’iyyah
30. Zad Ad Da’iyah ilallah Azza wa Jalla.
31. Fatawa Al Hajj.
32. Al Majmu Al Kabir Min Al Fatawa.
33. Huquq Da’at Ilaihal Fithrah wa Qarraratha Asy Syar’iyah.
34. Al Khilaf Bainal Ulama, Asbabuhu wa Muaqifuna Minhu.
35. Min Musykilat Asy Sayabab.
36. Risalah fil Al Mash ‘alal Khuffain.
37. Risalah fi Qashri Ash Shalah lil Mubtaisin.
38. Ushul At Tafsir.
39. Risalah Fi Ad Dima’ Ath Tabiiyah.
40. As’illah Muhimmah.
41. Al Ibtida’ fi Kamali Asy Syar’i wa Khtharil Ibtida’.
42. Izalat As Sitar ‘Anil Jawab Al Mukhtar li Hidayatil Muhtar.
Dan masih banyak karya-karya beliau hafidahullah ta’ala yang lain. Wallahu ‘alam.
Sumber: SALAFY Edisi XIII/Sya’ban-Ramadhan/1417/1997
Judul Asli: “Tokoh Ahlus Sunnah dari Unaizah”
Wafat Beliau (keterangan tambahan)
Sekarang beliau telah meninggal dunia. Beliau meninggal pada hari Rabu 15 Syawal 1421 Hijriyah bertepatan dengan 10 Januari 2001 dalam usia yang ke 74. Semoga Allah merahmati beliau dan memberikan balasan yang setimpal kepada beliau atas jasa-jasa beliau kepada Islam dan Muslimin.
Sumber keterangan tambahan dinukil dari catatan kaki kitab Syarah Tsalasatil Ushul
edisi Indonesia “Penjelasan 3 Landasan Pokok yang Wajib Diketahui Setiap Muslim”
Penerbit Maktabah Al Ghuroba.
Dicopy dari: http://ghuroba.blogsome.com/2007/06/17/syaikh-muhammad-bin-shalih-al-utsaimin/
Tips Menghafal Al-Qur’an
Al-Qur’an, sumber dari segala sumber
hukum umat Islam. Panduan langsung dari Allah SWT untuk kita agar
selamat di dunia dan di akhirat. Allah SWT menjanjikan pahala besar bagi
yang membacanya, memahaminya, dan melaksanakannya. Adalah impian setiap
muslim untuk bisa menghafalkan Al-Qur’an.
Secara umum, berikut adalah beberapa
tips untuk dapat menghafal Al-Qur’an dari seorang hafiz juara lomba
menghafal qur’an di tingkat nasional maupun internasional, Mudhawi
Ma’arif (semoga Allah merahmati beliau):
Untuk memudahkan kita dalam menghafal, ada syarat-syarat yang harus kita pegang kuat-kuat, yaitu:
- Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
- Berniat mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menjadi hamba-hamba pilihan-Nya yang menjaga Al-Qur’an
- Istiqomah (teguh hati).
- Menguasai bacaan al-qur’an dengan benar, baik tajwid maupun makharij setiap huruf.
- Adanya seorang pembimbing dari ustad/ustadzah (al-hafidz/al-hafidzah).
- Minimal sudah pernah khatam Al-Qur’an 20 kali (dengan membaca setiap ayat 5 kali).
- Konsisten menggunakan satu jenis mushaf al-qur’an (al-qur’an pojok).
- Konsisten menggunakan pensil/bolpen/stabilo sebagai pembantu.
- Memahami ayat yang akan dihafal
Ada tiga tahap utama yang harus dilakukan seorang penghafal Al-Qur’an, yaitu:
- Persiapan (isti’dad)
Kewajiban utama penghafal al-qur’an adalah harus menghafalkan setiap harinya minimal satu halaman dengan tepat dan benar dengan memilih waktu yang tepat untuk menghafal. Contohnya:- Sebelum tidur malam, lakukan persiapan terlebih dahulu dengan membaca dan menghafal satu halaman secara cepat (jangan langsung dihafal secara mendalam).
- Setelah bangun tidur hafalkan satu halaman tersebut dengan hafalan yang mendalam dengan tenang lagi konsentrasi.
- Ulangi terus hafalan tersebut (satu halaman) sampai benar-benar hafal diluar kepala.
- Pengesahan (tashih/setor)
Setelah melakukan persiapan secara matang dengan selalu mengingat-ingat suatu halaman tertentu, berikutnya tashihkan (setorkan) hafalan kita kepada ustad/ustadzah. Setiap kesalahan yang telah ditunjukkan oleh ustad, lakukan hal-hal berikut:- Berikan tanda kesalahan dengan mencatatnya (dibawah atau diatas huruf yang lupa)
- Ulangi setoran sampai dianggap benar oleh ustad.
- Bersabarlah untuk tidak menambah materi dan hafalan baru kecuali materi dan hafalan lama benar-benar sudah dikuasai dan disahkan.
- Pengulangan (muroja’ah/penjagaan)
Setelah setor, jangan meninggalkan tempat (majelis) untuk pulang sebelum hafalan yang telah disetorkan diulangi lagi beberapa kali terlebih dahulu (sesuai dengan anjuran ustad/ustadzah) sampai ustad benar-benar mengijinkan kita untuk pulang.
Memang luar biasa perjuangan seorang
penghafal Al-Qur’an. Wajarlah jika Allah menjanjikan pahala besar bagi
siapapun yang sanggup menghafalkan Al-Qur’an. Semoga tips di atas bisa
membantu kita untuk menghafalkan kitab suci kita tercinta. Wallahu’alam
bisshawab.
sumber : http://cara-muhammad.comBiografi Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Beliau adalah Pembaharu Islam (mujadid) pada abad ini. Karya dan jasa-jasa beliau cukup banyak dan sangat membantu umat Islam terutama dalam menghidupkan kembali ilmu Hadits. Beliau telah memurnikan Ajaran islam terutama dari hadits-hadits lemah dan palsu, meneliti derajat hadits.
Nasab (Silsilah Beliau)
Nama beliau adalah Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh al-Albani. Dilahirkan pada tahun 1333 H di kota Ashqodar ibu kota Albania yang lampau. Beliau dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya, lantaran kecintaan terhadap ilmu dan ahli ilmu. Ayah al Albani yaitu Al Haj Nuh adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syari`at di ibukota negara dinasti Utsmaniyah (kini Istambul), yang ketika Raja Ahmad Zagho naik tahta di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, maka Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya beliau memutuskan untuk berhijrah ke Syam dalam rangka menyelamatkan agamanya dan karena takut terkena fitnah. Beliau sekeluargapun menuju Damaskus.
Setiba di Damaskus, Syeikh al-Albani kecil mulai aktif mempelajari bahasa arab. Beliau masuk sekolah pada madrasah yang dikelola oleh Jum`iyah al-Is`af al-Khairiyah. Beliau terus belajar di sekolah tersebut tersebut hingga kelas terakhir tingkat Ibtida`iyah. Selanjutnya beliau meneruskan belajarnya langsung kepada para Syeikh. Beliau mempelajari al-Qur`an dari ayahnya sampai selesai, disamping itu mempelajari pula sebagian fiqih madzab Hanafi dari ayahnya.
Syeikh al-Albani juga mempelajari keterampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir betul, sehingga beliau menjadi seorang ahli yang mahsyur. Ketrampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencahariannya.
Pada umur 20 tahun, pemuda al-Albani ini mulai mengkonsentrasi diri pada ilmu hadits lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahsan yang ada dalam majalah al-Manar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh Muhammad Rasyid Ridha. Kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab berjudul al-Mughni `an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min al-Akhbar. Sebuah kitab karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya` Ulumuddin al-Ghazali. Kegiatan Syeikh al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh ayahnya seraya berkomentar. Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit (bangkrut).
Namun Syeikh al-Albani justru semakin cinta terhadap dunia hadits. Pada perkembangan berikutnya, Syeikh al-Albani tidak memiliki cukup uang untuk membeli kitab-kitab. Karenanya, beliau memanfaatkan Perpustakaan adh-Dhahiriyah di sana (Damaskus). Di samping juga meminjam buku-buku dari beberapa perpustakaan khusus. Begitulah, hadits menjadi kesibukan rutinnya, sampai-sampai beliau menutup kios reparasi jamnya. Beliau lebih betah berlama-lama dalam perpustakaan adh-Dhahiriyah, sehingga setiap harinya mencapai 12 jam. Tidak pernah istirahat mentelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu sholat tiba. Untuk makannya, seringkali hanya sedikit makanan yang dibawanya ke perpustakaan.
Akhirnya kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuk beliau. Bahkan kemudiaan beliau diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, beliau menjadi leluasa dan terbiasa datang sebelum yang lainnya datang. Begitu pula pulangnya ketika orang lain pulang pada waktu dhuhur, beliau justru pulang setelah sholat isya. Hal ini dijalaninya sampai bertahun-tahun.
Pengalaman Penjara
Syeikh al-Albani pernah dipenjara dua kali. Kali pertama selama satu bulan dan kali kedua selama enam bulan. Itu tidak lain karena gigihnya beliau berdakwah kepada sunnah dan memerangi bid`ah sehingga orang-orang yang dengki kepadanya menebarkan fitnah.
Beberapa Tugas yang Pernah Diemban
Syeikh al-Albani Beliau pernah mengajar di Jami`ah Islamiyah (Universitas Islam Madinah) selama tiga tahun, sejak tahun 1381-1383 H, mengajar tentang hadits dan ilmu-ilmu hadits. Setelah itu beliau pindah ke Yordania. Pada tahun 1388 H, Departemen Pendidikan meminta kepada Syeikh al-Albani untuk menjadi ketua jurusan Dirasah Islamiyah pada Fakultas Pasca Sarjana di sebuah Perguruan Tinggi di kerajaan Yordania. Tetapi situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan beliau memenuhi permintaan itu. Pada tahun 1395 H hingga 1398 H beliau kembali ke Madinah untuk bertugas sebagai anggota Majelis Tinggi Jam`iyah Islamiyah di sana. Mandapat penghargaan tertinggi dari kerajaan Saudi Arabia berupa King Faisal Fundation tanggal 14 Dzulkaidah 1419 H.
Beberapa Karya Beliau
Karya-karya beliau amat banyak, diantaranya ada yang sudah dicetak, ada yang masih berupa manuskrip dan ada yang mafqud (hilang), semua berjumlah 218 judul. Beberapa Contoh Karya Beliau yang terkenal adalah :
1. Adabuz-Zifaf fi As-Sunnah al-Muthahharah
2. Al-Ajwibah an-Nafi`ah `ala as`ilah masjid al-Jami`ah
3. Silisilah al-Ahadits ash Shahihah
4. Silisilah al-Ahadits adh-Dha`ifah wal maudhu`ah
5. At-Tawasul wa anwa`uhu
6. Ahkam Al-Jana`iz wabida`uha
Di samping itu, beliau juga memiliki kaset ceramah, kaset-kaset bantahan terhadap berbagai pemikiran sesat dan kaset-kaset berisi jawaban-jawaban tentang pelbagai masalah yang bermanfaat.
Selanjutnya Syeikh al-Albani berwasiat agar perpustakaan pribadinya, baik berupa buku-buku yang sudah dicetak, buku-buku foto copyan, manuskrip-manuskrip (yang ditulis oleh beliau sendiri ataupun orang lain) semuanya diserahkan ke perpustakaan Jami`ah tersebut dalam kaitannya dengan dakwah menuju al-Kitab was Sunnah, sesuai dengan manhaj salafush Shalih (sahabat nabi radhiyallahu anhum), pada saat beliau menjadi pengajar disana.
Wafatnya
Beliau wafat pada hari Jum`at malam Sabtu tanggal 21 Jumada Tsaniyah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yoradania. Rahimallah asy-Syaikh al-Albani rahmatan wasi`ah wa jazahullahu`an al-Islam wal muslimiina khaira wa adkhalahu fi an-Na`im al-Muqim.
Sumber: http://ahlulhadist.wordpress.com//?p=11
Tuesday, January 22, 2013
Murotal : quranaudio.info
Qari : Tawfeeq As Sayegh
Download File Save Target As
1. Al-Fatiha (The Opening), سورة الفاتحة
2. Al-Baqara (The Cow), سورة البقرة
3. Al-Imran (The Family of Imran),سورة آل عمران
sumber : www.quranaudio.info
Assalam oalikum,
Tawfeeq as-Sawa'igh, (born in 1974) as Tawfeeq Bin Said Bin Ibrahim as-Sawa'igh
in Asamara, Eritrea, is a Saudi Qur’an reciter. He had graduated from the
Scientific Institute of Jeddah. He did his Masters from the Imam Mohamed Bin
Saud University and then the Oum Al Qura’ University of Makkah. He is the
president of the Eritrean community in the Communities Bureau of Jeddah.
Tawfeeq as-Sawa'igh also holds the post of the president of the General
Committee of the Holy Qur’an Prize Faleh Al-Thani of Doha. He is presently the
preacher and Imam of the Lami Mosque of Jeddah, Saudi Arabia.
1. Al-Fatiha (The Opening), سورة الفاتحة
2. Al-Baqara (The Cow), سورة البقرة
3. Al-Imran (The Family of Imran),سورة آل عمران
sumber : www.quranaudio.info
Dzat Yang Maha Menyembuhkan
Di antara nama-nama Allah adalah Asy Syaafii (الشَّافِي ). Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan : “ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminta perlindungan kepada Allah untuk anggota keluarganya. Beliau mengusap dengan tangan kanannya dan berdoa :
اللَّهُمَّ
رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ وَاشْفِه وأَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَآءَ إِلاَّ
شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
“ Ya Allah, Rabb manusia, hilangkanlah kesusahan dan berilah dia kesembuhan, Engkau Zat Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain” (HR Bukhari 535 dan Muslim 2191).
atau yang sering di ucapkan:
أَذْهِبِ الْبَأْسَ. رَبَّ النَّاسِ. وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي. لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ. شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
Adz hibil ba'sa robbannaasi Wasyfi Antasysyaafiiy Laa syifaa a illaa syifaa uka Syifaa an laa yughoodiru saqoman
Hilangkanlah kesusahannya, wahai Tuhan manusia! Berilah kesembuhan karena Engkaulah Penyembuh (segala penyakit). Tiada kesembuhan kecuali kesembuhan-Mu, yaitu kesembuhan yang tidak meninggalkan penyaki
Dalam hadits yang lain dari Abdul Aziz bin Shahib, beliau mengatakan : Aku dan Tsabit datang menemui Anas bin Malik , kemudian Tsabit berkata : “ Wahai Abu Hamzah (kunyah dari Anas bin Malik), aku tersengat binatang. Anas mengatakan : “ Maukah kamu saya bacakan ruqyah dengan ruqyah yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Tsabit berkata : “Tentu”. Kemudian Anas bin Malik membaca doa :
اللَّهُمَّ
رَبَّ النَّاسِ, مذْهِبِ الْبَأْس, اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَآءَ إِلاَّ
شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
“ Ya Allah, Rabb manusia Yang Menghilangkan kesusahan, berilah kesembuhan, Engkaulah Zat Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain” (HR Bukhari 541).
Makna Asy Syaafii
Makna dari Asy Syaafii adalah Zat yang mampu memberikan kesembuhan, baik kesembuhan penyakit hati maupun penyakit jasmani. Kesembuhan hati dari penyakit syubhat, keragu-raguan, hasad, serta penyakit-penyakit hati lainnya, dan juga kesembuhan jasmani dari penyakit-penyakit badan. Tidak ada yang mampu memberikan kesembuhan dari penyaki-penyakit tersebut selain Allah Ta’ala. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan yang berasal dari-Nya. Tidak ada yang mampu menyembuhkan kecuali Dia. Hal ini seperti dikatakan Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dalam Al Qur’an :
وَإِذَا
مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
Dalam doa Nabi (اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ) terdapat tawasul kepada Allah dengan keumuman rububiyah Allah terhadap seluruh manusia. Dengan penciptaan makhluk, pengaturan segala urusan mereka, serta pergantian yang terjadi pada mereka. Di tangan Allah Ta’ala kehidupan dan kematian, sehat dan sakit, kaya dan miskin, serta kuat dan lemah. Semuanya berada dalam pengaturan Allah Ta’ala dalam rububiyah-Nya.
Dalam doa Nabi (أَذْهِبِ الْبَأْسَ) maksudnya adalah hilangkanlah penyakit dan kesusahan. Dalam lafadz yang lain dari sahabat Anas bin Malik (اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ, مذْهِبِ الْبَأْس). Hal ini merupakan tawasul kepada Allah Ta’ala bahwasanya hanya dialah yang menghilangkan kesusahan. Kesusahan tidak akan hilang dari seorang hamba kecuali dengan izin dan kehendak Allah Ta’ala.
Dalam doa Nabi (وَاشْفِه وأَنْتَ الشَّافِي) terdapat permohonan kesembuhan kepada Allah, yaitu kesehatan dan keselamatan dari penyakit. Bertawasul kepada Allah dengan nama Allah Asy Syaafii yang agung ini menunjukkan keesaan Allah dalam memberikan kesembuhan, dan bahwasanya kesembuhan berasal dari-Nya.
Dalam doa Nabi (لاَ شِفَآءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ) merupakan penegas untuk keyakianan seorang hamba dan agar lebih mengokohkan iman, serta pengulangan bahwasannya kesembuhan tidak dapat terjadi kecuali dari Allah. Pengobatan yang dilakukan seorang hamba jika Allah tidak mengizinkan untuk memberikan kesembuhan dan kesehatan tidak akan memberikan manfaat sedkitpun.
Dalam doa Nabi (لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا) maksudnya tidak tersisa penyakit dan tidak meninggalkan cacat.
Berobat Ketika Sakit, Apakah Bertentangan dengan Tawakal?
Keimanan dan keyakinan bahwasannya yang mampu menyembuhkan hanyalah Allah semata bukan berarti menjadi penghalang seorang hamba untuk mengambil sebab kesembuhan dengan melakukan pengobatan. Terdapat banyak hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perintah untuk berobat dan penyebutan tentang obat-obat yang bermanfaat. Hal tersebut tidaklah bertentangan dengan tawakal seseorang kepada Allah dan keyakinan bahwasanya kesembuhan berasal dari Allah Ta’ala.
Dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لِكُلِّ
دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ
“ Semua penyakit ada obatnya. Jika sesuai antara penyakit dan obatnya,
maka akan sembuh dengan izin Allah” (HR Muslim 2204)Dalam hadits yang lain dari sahabat Abu Hurairah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا
أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَل لَهُ شِفَاءً
“Tidaklah Allah menurukan suatu penyakit, kecuali Allah juga menurunkan
obatnya” HR Bukhari 5354).
نَعَمْ
يَا عِبَادَ اللَّهِ تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ
لَهُ شِفَاءً غير داء واحد قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُوَ قَالَ
الْهَرَمُ
“ Ya. Wahai hamba Allah, berobatlah ! Sesungguhnya Allah tidak
memberikan penyakit, kecuali Allah juga memberikan obatnya, kecuali untuk satu
penyakit. Orang tersebut bertanya : “Ya Rasulullah, penyakit apa itu?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Penyakit tua”Dalam riwayat lain disebutkan :
إِنَّ
اللهَ لَمْ يَنْزِلْ دَاءً إِلاَّ وَأَنْزَل لَهُشِفَاءً، عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ
و جَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ
“ Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali Allah juga
menurunkan obatnya. Ada
orang yang mengetahui ada pula yang tidak mengetahuinya.” (HR Ahmad 4/278
dan yang lainnya, shahih)Dalam sabda Nabi (لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ) merupakan penguat motivasi bagi orang yang sakit maupun dokter atau orang yang memberikan pengobatan, sekaligus dorongan untuk mencari pengobatan. Termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau berobat untuk diri beliau sendiri, dan juga memerintahkan keluarga dan sahabatnya untuk berobat ketika sakit. Silakan melihat petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih luas dalam pembahasan dalam pasal “ At Tibbun Nabawi” dalam kitab “Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khairil ‘Ibaad” karya Imam Ibnul Qayyim rahimahullah.
Catatan Penting
Ada hal-hal yang wajib diperhatikan seorang hamba dalam mengambil sebab, yaitu :
- Sebab yang diambil adalah sebab yang sudah terbukti secara kauni dan atau syar’i. Maksudnya terbukti secara kauni adalah berdasarkan kebiasaan atau berdasarkan penelitian sebab tersebut dapat berpengaruh. Misalnya makan sebab bisa kenyang, minum sebab hilangnya dahaga, minum obat penurun panas dapat meredakan demam, dan sebagainya. Adapun maksud terbukti secara syar’i adalah sebab tersebut telah disebutkan dalalm Al Qur’an maupun hadits yang shahih. Misalnya, ruqyah dapat menyembuhkan penyakit, bekam bisa digunakan untuk pengobatan, dan lain-lain.
- Seseorang tidak bersandar kepada sebab yang dia ambil, akan tetapi harus bersandar kepada pemberi sebab, yaitu Allah Ta’ala.
- Seorang harus mengetahui dan meyakini, meskipun sebab yang telah diambil memiliki pengaruh yang kuat dan besar, namun semuanya terjadi hanya dengan izin Allah Ta’ala. Meskipun yang memeriksa dia adalah dokter yang paling ahli dan obat yang dia minum adalah obat yang paling manjur, semua itu tidak akan berpengaruh tanpa izin Allah Ta’ala.
Pembahasan ini kami sarikan dari penjelasan tentang nama Allah Asy Syaafii yang terdapat dalam kitab Fiqhul Asmaail Husna karya Syaikh ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin al Badr hafidzahumallah disertai beberapa tambahan keterangan. Ada beberapa faedah yang dapat kita simpulkan dari pembahasan di atas :
- Termasuk di antara nama-nama Allah adalah Asy Syaafii yang artinya Zat Yang Maha Menyembuhkan
- Allah Zat Yang Maha Menyembuhkan segala penyakit, baik penyakit hati maupun penyakit jasmani.
- Dianjurkan untuk mendoakan orang yang sakit sesuai dengan doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Diperbolehkan bertawasul dengan menyebut nama Allah Ta’ala, bahkan hal ini dianjurkan karena Nabi sering berdoa dengan menyebut nama-nama Allah.
- Seseorang diperbolehkan berobat tatakala sedang sakit, dan hal ini tidaklah meniadakan tawakal seorang hamba. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang sakit untuk berobat.
- Seseorang yang berobat atau periksa ke dokter hendaknya hatinya tetap bersandar kepada Allah dalam mengharapkan kesembuhan dan tidak bersandar kepada obat yang dia minum atau dokter yang memeriksanya.
- Seorang dokter atau praktisi pengobatan adalah hanya sebagai sebab, sedangkan yang mampu menyembuhkan hanyalah Allah Ta’ala. Tidak sepantasnya dia sombong tatkala berhasil menyembuhkan pasiennya.
—
Penulis : dr. Adika Mianoki
Artikel Muslim.Or.Id
Subscribe to:
Posts (Atom)